MC- Jatim,Lahir pada 21 April 1879, Raden Adjeng Kartini dikenang sebagai tokoh perempuan inspiratif yang sangat melegenda. Pemikirannya saat itu membuka kesempatan bagi kaum perempuan di era penjajahan untuk memiliki kesamaan dengan kaum laki-laki, terutama dalam hal pendidikan. Penggagas emansipasi wanita tersebut, terlahir dari keluarga ningrat Jawa. Ayahnya R.M.A.A. Sosroningrat adalah seorang wedana (pejabat pemerintah), sedangkan Ibunya bernama M.A. Ngasirah putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, tokoh agama di Jepara.
Sosok R.A Kartini masih sangat membekas sebagai penggerak kemajuan perempuan, meski sudah satu abad lebih sejak kepergiannya di tahun 1904. Dikenang dengan sebutan Ibu Kartini, pemikiran dan cita-citanya memajukan perempuan Indonesia menjadi cikal bakal peringatan Hari Kartini. Dalam Surat Nomor 108 Tahun 1964 yang ditandatangani Presiden Soekarno, ditetapkan tanggal 21 April sebagai perayaan Hari Kartini dan sekaligus menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Hingga kini, topik emansipasi wanita dan makna Hari Kartini tetap menarik diperbincangkan, termasuk oleh Ketua Pertani (Perempuan Tani) HKTI Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama, M.E.I. Aktivis millenial yang kerap disapa ning Lia tersebut, melalui jaringan selluler menyampaikan pemikirannya tentang makna Kartini Masa Kini.
“Makna Hari Kartini masa kini tentunya tidak harus terbelenggu tuntuan emansipasi wanita. Karena wanita adalah sosok yang sangat istimewa, sosok yang kuat dan sangat cerdas, sangat peka dalam segala aspek yang oleh gender lainnya, mungkin tidak diperhatikan. Nah, inilah keunggulan perempuan. Jadi perempuan masa kini harus semakin berani berkarya, berani tampil tanpa harus menampakkan diri sebagai sosok penuntut. Kesempatan itu dicari dan diciptakan, tidak harus menunggu diberi”.
Putri dari alm. KH. Masykur Hasyim tersebut juga menyampaikan makna penting habis gelap terbitlah terang sangat fenomenal melekat dalam pemikiran R.A. Kartini.
“Ibu Kartini sangat dikenang dengan istilah ‘habis gelap terbitlah terang’. Sejarah menjelaskan bahwa beliau sosok yang sangat inspiratif dan cerdas melihat kebutuhan zaman. Saat beliau menjalani tradisi pingitan yang memang lazim di masanya, justru beliau termotivasi mengetahui kemajuan perempuan di negara lain. Meski usia masih 12 tahun, namun beliau memiliki kepedulian tinggi, yaitu bagaimana memunculkan semangat kaum perempuan pribumi untuk berpikir maju. Maju disini adalah dari yang semula kurang peduli dengan pendidikan, menjadi lebih terbuka, lebih terang memandang urgensinya pendidikan.”
“Oleh sebab itu, perempuan masa kini yang tidak lagi terbelenggu penjajahan Belanda seperti era Kartini, seharusnya lebih termotivasi untuk membangun pendidikan. Mari kita mulai dari unsur tersederhana, yaitu dalam lingkungan keluarga.”
Lebih lanjut, ning Lia menyampaikan harapan agar teladan Kartini dimiliki oleh semua perempuan Indonesia melalui istilah ‘Kaum Perempuan Punya Peran’.
“Perempuan selalu mampu mengambil kesempatan emas dalam berbagai aspek. Itu harus diinternalisasi dalam diri. Jangan berpikir sebagai kaum termarginal lagi. Sebagai contoh sektor keluarga, maka seorang ibu-lah yang menjadi ujung tombak pendidikan anak. Apalagi di era sekolah daring, maka ibu-lah yang sangat berperan membangun keilmuan anak, kepedulian sosial, serta terbentuknya moral yang berakhlakul karimah.”
“Intinya kaum perempuan harus semangat menggelorakan istilah ‘kami perempuan, kami punya peran’. Karena ‘Kaum Perempuan Punya Peran’, istilah peran memang identikan dengan sosok perempuan. Bangsa akan semakin maju dan baik jika generasinya selalu progresif. Sedangkan terciptanya generasi penerus yang baik, itu di tangan perempuan melalui peran ibu yang peduli dengan pertumbuhan anaknya. Jangan sampai perjuangan para pahlawan yang sudah mengangkat kemerdekaan, menjadi sia-sia akibat tidak dijaganya kemerdekaan oleh bangsanya sendiri.”
Salah satu dari tokoh muda inspiratif Jawa Timur tersebut, juga menambahkan pentingnya peran kualitas perempuan, terutama dalam membangun kepedulian bagi anak di tengah kesibukan perempuan di sektor publik.(Wiwid)