“Mari Kita Bedakan Wartawan Profesional Dan Wartawan Bodrek”

Berita29 Dilihat

Keluh kesah banyak masyarakat umum,Polri,TNI dan instansi pemerintahan mengenai masih adanya wartawan gadungan atau sering disebut wartawan bodrek terus bermunculan dan  banyak  mengeluhkan terkait profesionalitas kerja wartawan.(26/9/24)

Walau pun jumlah bisa dikatakan berkurang dibanding awal reformasi, namun persoalan ini tetap menjadi preseden buruk bagi upaya membangun kepercayaan publik terhadap kinerja pers.

Pasalnya,wartawan gadungan atau wartawan bodrek tentu saja bukanlah wartawan dalam arti sebenarnya.karena mereka hanya menunggangi pers untuk kepentingan pribadi atau golongan,dengan berbekal kartu pers, atau bukti lembaran surat kabar yang hanya terbit satu-dua edisi dan mendekati narasumber dengan alasan ingin wawancara namun ujung-ujungnya meminta uang serta tak jarang dilakukan dengan cara pemerasan.

Pemerasan adalah tindakan kriminal yang dapat langsung dilaporkan ke polisi, UU No.40 tahun 1999 tentang Pers maupun kode etik jurnalistik tidak akan melindungi praktik pemerasan berkedok wartawan ini dan dalam hal ini mendorong masyarakat terutama yang menjadi korban secara tegas melawan praktik wartawan gadungan serta masyarakat perlu mengenal perbedaan praktik wartawan profesional dengan wartawan gadungan.

Dengan adanya sedikit pencerahan mengenai profesi wartawan bisa dilihat dari berbagai aspek,pertama dalam pengertian sehari-hari wartawan adalah orang yang melakukan kerja jurnalistik berdasarkan etika dan ada produk yang dihasilkan secara teratur. Dalam Pasal 1 ayat (4) UU Pers dikatakan “Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik”.Jika ada orang berniat mencuri, merampok, atau membodohi masyarakat dengan bermodal kamera atau seragam wartawan, maka dia bukan wartawan.Wartawan gadungan suka mendatangi, misalnya, orang yang tidak paham tentang siapa dan apa pekerjaan wartawan atau mendatangi orang yang sebenarnya paham jurnalistik dan aspek hukum pers, tetapi karena orang itu bermasalah, maka ikut menjadi bagian dari wartawan gadungan. 

Ada aspek saling memanfaatkan,orang tersebut bisa menjadi perahan atau sebaliknya si wartawan menjadi penyelamatnya dan saat ini masuk masa transisi dari masa lalu yang sangat menekan dan represif terhadap kemerdekaan pers. Kini sudah dilepaskan simbol-simbol kekuasaan pemerintah sepertinya tak terbatas itu. Kemudian dibuat UU Pers menghapus semua atribut yang dapat membelenggu kemerdekaan pers. 

Misalnya tidak ada surat ijin usaha penerbitan pers, tidak ada pemberedelan, tidak ada wadah tunggal organisasi wartawan, dan tidak ada keharusan wartawan mengikuti penataran. Sehingga kita masuk ke suatu ruang   seolah sangat bebas, tanpa orang lain di dalamnya dan disinilah muncul persoalan profesionalisme.

Kami memberikan  sekelumit kata pencerahan,diharapkan kepada seluruh masyarakat,Polri,TNI dan instansi pemerintahan dapat mengerti juga membedakan mana wartawan profesional serta mana wartawan bodrek. (Penulis: Dwi Prawiro Cahyono)

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed